KONSEP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR E-GOVERMENT (BAGIAN KEDUA)

KONSEP PENGEMBANGAN INFRATRUKTUR E-GOVERNMENT

C. PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR E-GOVERNMENT

Dalam beberapa dekade terakhir ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan dengan sangat pesat. Perkembangan teknologi telah membawa perubahan bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, perkembangan teknologi telah memberikan peran penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern berimplikasi pada berbagai perubahan kinerja manusia. Banyak hal-hal baru yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial, ekonomi dan lainnya sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tidak dapat disangkal bahwa salah satu penyebab utama terjadinya era teknologi yang datangnya lebih cepat dari dugaan semua pihak adalah karena perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Implementasi internet, electronic commerce, electronic data interchange, virtual office, telemedicine, intranet, dan lain sebagainya telah menerobos batas-batas fisik antar negara. Penggabungan antara teknologi komputer dengan telekomunikasi telah menghasilkan suatu revolusi di bidang sistem informasi. Data atau informasi yang pada jaman dahulu harus memakan waktu berhari-hari untuk diolah sebelum dikirimkan ke sisi lain di dunia, saat ini dapat dilakukan dalam hitungan detik.

Secara garis besar, ada empat periode atau era perkembangan sistem informasi, yang dimulai dari pertama kali diketemukannya komputer hingga saat ini. Keempat era tersebut (Cash et.al., 1992) terjadi tidak hanya karena dipicu oleh perkembangan teknologi komputer yang sedemikian pesat, namun didukung pula oleh teori-teori baru mengenai manajemen perusahaan modern. Ahli-ahli manajemen dan organisasi seperti Peter Drucker, Michael Hammer, Porter, sangat mewarnai pandangan manajemen terhadap teknologi informasi di era modern.

Oleh karena itu dapat dimengerti, masih sulit mengadaptasikan teori-teori baru mengenai manajemen, organisasi, maupun teknologi informasi karena masih melekatnya faktor-faktor budaya lokal atau setempat yang mempengaruhi behavior sumber daya manusianya. Sehingga tidaklah heran jika masih sering ditemui perusahaan dengan peralatan komputer yang tercanggih, namun masih dipergunakan sebagai alat-alat administratif yang notabene merupakan era penggunaan komputer pertama di dunia pada awal tahun 1960-an.

Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer.Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.

  1. Dinamika pengelolaan teknologi informasi pemerintahan
    Menurut Harimurti, 2010, Pengelolaan Teknologi Informasi (TI) Pemerintah atau lazim disebut e-Government diharapkan akan membuat masyarakat dan pemerintah mampu berkomunikasi lebih baik, murah, dan efektif, dalam konteks pelayan publik. Kualitas pelayanan pemerintah akan meningkat, partisipasi warga meningkat, kepercayaan masyarakat meningkat, dan akuntabilitas birokrasi lebih baik serta transparan . Lebih dari itu proses pengambilan keputusan di lingkungan pemerintah akan lebih tepat, akurat, dan aman. sehingga, penggunaan e-Government merubah perilaku aparat dan masyarakat dalam pengelolaan urusan publik menjadi lebih baik.
    Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009, dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik, Pemerintah menggu nakan asas kepentingan umum, keprofesionalan, keterbukaan, akuntabilitas, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Sedangkan dalam Keterbukaan Informasi Publik Pemerintah menggunakan asas transparansi, aksesibel, cepat, tepat waktu, murah dan sederhana (Pasal 2 ayat 1 dan 3, UU No 14/2008). Sementara salah satu tujuan dari UU No. 1112008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan public dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi (Pasal 4). Keseluruhan asas dan tujuan ketiga UU tersebut secara filosofis dimaksudkan untuk mewujudkan Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam proses Pelayanan Publik. Secara jelas, asas dan tujuan ketiga UU tersebut menegaskan bahwa pelayanan publik harus dilakukan secara cepat, tepat waktu, murah, dan sederhana. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya (Pasal 5, ayat 1 dan 2).
    Selain didasarkan pada kerangka berpikir teoretis sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang diatas, pentingnya aspek organisasi TI di Pemerintah juga dilandasi oleh berbagai fenomena empiris yang berkembang dewasa ini. Realitasnya masih terdapat kebingungan dan kekaburan tentang makna dan substansi tentang organisasi e-Government di Indonesia, sehingga dalam tataran implementasinya menjadi ambigu atau multi interpretatif. Adapun beberapa fenomena tersebut antara lain adalah:
    a) Belum adanya pengaturan organisasi TI dilingkup pemerintah,dan memunculkan perbedaan pemahaman berbeda Tl. Ketidakseragaman pemahaman karena adanya visi dan misi yang berbeda disetiap instansi pemerintahan.
    b) Untuk menempatkan TI sebagai bagian dari proses organisasi, harus ada kesepakatan terlebih dahulu plus minusnya. Kembalikan kepada kebutuhan dan prioritas. Apakah TI sudah dianggap sebagai proritas dalam sebuah pemerintahan atau belum.
    c) Belum tertatanya dengan baik organisasi TI di Pemerintahan, secara tidak langsung menyiratkan bahwa penggunaan TI belum dianggap begitu penting. Kalau memang sudah dianggap penting, setidaknya TI ditempat sebagai bagian dari proses organisasi dan diwadahi dalam sebuah wadah yang langsung berada di bawah pemegang kebijakan
    d) Nama lembaga yang menangani organisasi TI boleh beda, yang penting ada standard fungsinya ( 5). Bidang yang menangani TI adalah unit kerja Pemerintahan Daerah.

  2. Pengelolaan Pelayanan Publik berbasis Digital
    Reformasi birokrasi salah satunya diwujudkan melalui akselerasi pemanfaatan dukungan teknologi informasi secara intensif dan masif. Oleh karena itu transformasi digital dalam pelayanan publik harus diikuti dengan perubahan mindset. Digital governance merupakan sebuah solusi dan keniscayaan dalam mengoptimalkan pelayanan publik. “Transformasi digital ini juga mencakup bagaimana mengintegrasikan seluruh area layanan sehingga mampu menciptakan suatu nilai tambah yang memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai pengguna layanan.
    Penyederhanaan birokrasi pemerintah menjadi momentum yang tepat untuk mendukung upaya peningkatan kompetensi dan keahlian Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama dalam pemahaman dan penguasaan teknologi informasi. Terlebih di era Revolusi Industri 4.0 dan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) saat ini, ASN semakin dituntut meningkatkan literasi digitalnya dalam mewujudkan digitalisasi pemerintahan melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Dukungan SDM dan teknologi informasi tersebut harus dimajukan secara bersamaan dan terintegrasi guna menjawab tuntutan dan kebutuhan akan pelayanan publik dan birokrasi yang dinamis, lincah, efektif, dan efisien.
    Pentingnya percepatan transformasi digital pemerintah yang berfokus pada empat hal penataan dan penyederhanaan struktur proses bisnis kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, sebagai respon atas perubahan perilaku dan kebutuhan layanan masyarakat di era digital. Antara lain:
    1. peningkatan kapasitas dan kompetensi ASN.
    2. penyelesaian pembangunan dan pengembangan infrastruktur digital dan percepatan integrasi sistem aplikasi pemerintahan (E-Goverment) yang terpadu dan terintegrasi secara nasional.
    3. percepatan penyelesaian regulasi, pedoman dan standar teknis implementasi sistem pemerintahan berbasis elektronik

  3. Peranan ASN Dalam Pelayanan Publik Digital
    Persaingan global saat yang memasuki ranah digital, termasuk pada sistem pemerintahan di kabupaten kota di Indonesia, mngharuskan keikutsertaan dalam arus revolusi industri 4.0 tersebut. Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) agar lebih adaptif terhadap teknologi agar kinerja pelayanan lebih cepat, akurat, dan efisien. Digitalisasi birokrasi untuk pelayanan yang optimal, adalah hal yang tak bisa disanggah.
    Memang tak mudah merubah mindset dan mereformasi culture ASN yang sudah mengakar selama ini. Untuk itu, melalui UU ASN diharapkan lahir aparatur negara yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
    Berkenaan dengan itu, perlu kiranya dilakukan penataan ASN melalui langkah-langkah antara lain:

    1. melakukan pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS, sehingga akan menghasilkan profil PNS yang baik.
    2. hasil pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS dapat dijadikan dasar untuk mengambil langkah kebijakan lebih lanjut dalam percepatan penataan PNS, antara lain pengembangan kompetensi dan karier, mutasi/rotasi dan melakukan evaluasi bagi ASN yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi serta kinerjanya kurang baik. Ketiga, percepatan penataan PNS dapat dilakukan secara progresif maupun secara moderat. Penataan secara progresif dapat dilakukan melalui pensiun dini dengan skema golden handshake atau mekanisme lain yang sesuai aturan, sedangkan penataan secara moderat dapat dilakukan dengan penerimaan PNS melalui seleksi yang ketat dengan rasio 2:1, yaitu 2 (dua) orang PNS yang pensiun digantikan dengan penerimaan 1 (satu) orang PNS yang lebih berkualitas. Keempat, untuk mengantisipasi kan biaya pegawai khususnya biaya pensiun, maka pegawai ASN selain PNS dapat dkekurangan ASN ke depan sekaligus mempercepat capaian target organisasi dan meneikombinasikan dengan merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang profesional sesuai dengan jenjang jabatan yang dibutuhkan.
    3. Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pemerintah memiliki program yang dinamakan 6P, yang masuk dalam Human Capital Management Strategy. Program 6P itu melingkupi perencanaan; perekrutan dan seleksi; pengembangan kapasitas; penilaian kinerja dan penghargaan; promosi, rotasi, dan karier; serta peningkatan kesejahteraan.
    4. Optimalisasi strategi 6P adalah jalan utama untuk mencapai birokrasi Indonesia berkelas dunia. Setiawan menekankan, tahun 2019 adalah tahun terakhir RPJMN ke-3 dimana sistem merit menjadi fokus pembangunan ASN. Artinya, setiap instansi pemerintah sudah tidak asing dengan sistem ini, dan harus benar-benar menerapkan sistem merit dalam setiap seleksi. Perlu diingat, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.


Menyambut tahun 2020, Indonesia masuk ke dalam Grand Design Pembangunan ASN 2020-2024. Kementerian PANRB gencar memperbaiki kinerja ASN mulai dari tahap rekrutmen yang kini sudah menggunakan sistem digital. Harapannya, dengan sistem rekrutmen yang berhasil menekan angka kecurangan, pemerintah bisa mendapatkan orang-orang terpilih yang akan menggerakkan sistem pemerintahan Indonesia. Mereka yang terpilih dengan sistem ini, diharapkan bisa menjadi Smart ASN 2024 untuk membawa birokrasi Indonesia berkelas dunia.

Smart ASN memiliki profil yang disiapkan untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks. Profil Smart ASN meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai IT dan bahasa asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas.

Smart ASN yang tidak gagap teknologi atau gaptek akan menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0, yang tentu beriringan dengan revolusi industri 4.0. Semua jenis layanan publik yang diselenggarakan pemerintah akan berbasis digital dan terintegrasi. Tentu, digitalisasi sistem pemerintahan ini juga diimbangi dengan keamanan siber yang mumpuni.

Birokrasi 4.0 memiliki empat indikator. Indikator tersebut adalah percepatanan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, fleksibilitas kerja, dan berdampak sosial. Dengan fleksibilitas waktu kerja ASN, pekerjaan tidak harus dikerjakan di kantor. Di masa mendatang, beberapa pekerjaan bisa dikerjakan melalui smartphone, yang tentu akan lebih efisien dan memperpendek alur birokrasi. Dalam konteks inilah Setiawan menjelaskan tentang ASN yang dapat bekerja dari rumah yang menjadi perhatian media massa.

Sistem itu tidak dalam waktu dekat. Perlu sistem dan regulasi yang matang untuk mengatur sistem kerja yang mirip dengan perusahaan startup tersebut. Bahwa ada fleksibilitas dalam kerja, kita sedang merencanakan itu. Bisa kerja dari rumah, tinggal nanti kita buat aturannya dan pada ide yang terus dikembangkan tersebut, ASN bisa bekerja di rumah dengan ukuran kinerja yang jelas dan disepakati serta dilakukan secara selektif bagi ASN yang telah terbukti berkinerja baik (sebagai reward atau penghargaan).

Tantangan birokrasi ke depan semakin kompleks dan luar biasa terlebih di masa pandemi seperti ini oleh karena itu dibutuhkan pula sosok ASN yang berperan sebagai motor penggerak pelayanan. Pembinaan bagi CPNS melalui jalur pelatihan dasar yang mengarah kepada upaya pembentukan pribadi-pribadi yang berkualitas, mempunyai perilaku kerja yang baik, berdedikasi tinggi, serta memahami dan menghadirkan nilai-nilai yang berpedoman pada independensi, integritas, dan profesionalisme dalam kehidupan sehari-hari.

Pemerintah juga tengah menggodok sistem manajemen talenta nasional. Dengan manajemen talenta, semua kompetensi ASN per-individu akan terpetakan. Struktur ideal ASN perlu didukung manajemen talenta nasional yang dikembangkan untuk menempatkan talenta terbaik pada jabatan strategis. Manajemen talenta institusional dari seluruh instansi diintegrasikan untuk membentuk talent pool nasional, untuk kemudian diselaraskan dengan manajemen talenta korporasi.

Sumber:
https://blog.gamatechno.com/5-kota-di-indonesia-yang-telah-menerapkan-e-government/
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-infrastruktur/
https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MSIM4304-M1.pdf
http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/Pengguna.Internet.Indonesia.Nomor.Enam.Dunia
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/menciptakan-smart-asn-menuju-birokrasi-4-0